Maybe, we are bound to be together.
Sejauh ini, semua hal tidak masuk akal. Pertemuan di tengah kehampaan. Rasa yang tumbuh perlahan. Tangan yang saling terpaut. Hal-hal yang tidak pernah hilang.
The idea of letting this go hurts me.
Komitmen menjadi suatu hal yang menyenangkan ketika bersamamu. Ide tentang sebuah ikatan sakral bukanlah hal yang menakutkan jika itu bersamamu.
Cheers, to other great adventure to come!
Semoga selalu berbahagia, terima kasih selalu ada disini.
Setiap dari kita pasti pernah merasakan kesendirian. Menanggung beban sendiri, berdiskusi sendiri, menyelesaikan konflik dalam diri dengan diri sendiri, hingga lupa bahwa manusia bukanlah mahluk yang dapat berdiri sendiri.
Terbuka kepada yang lain bukanlah sesuatu yang mudah saat kamu merasa tak ada yang mengenal dirimu sebaik diri sendiri.
Semua orang berkata "terbukalah".
Namun rasanya sangat sulit untuk terbuka disaat mereka yang kau kira peduli sudah menemukan kebahagiaan dan jalan masa depan mereka masing-masing. Bertemu 6 bulan sekali hanya untuk membandingkan kehidupan masing-masing tanpa melihat beban yang disembunyikan masing-masing individu yang hadir.
Tidak ada yang dapat disalahkan, memang sudah waktunya untuk kembali kesendirian.
Di dalam kesendirian, apakah yang kau risaukan?.
Melepaskan hal-hal yang membuat kita anxious atau insecure are easier said than done. Banyak motivator atau 'influencer' bilang, "oh kita harus mulai melepaskan, kita harus bersikap bodo amat..." dsb. Tapi pada realitanya, banyak yang harus kita lalui untuk sekedar melepaskan. Karena pada kenyataanya banyak alasan untuk melepaskan, namun banyak pula alasan untuk bertahan.
"Gue gak bisa langsung resign, masih butuh uangnya"
"Gue gak bisa putus sama dia, gue udah lama sama dia, udah terlanjur sayang."
"Kalo saya cerai, gimana nasib anak saya."
"Gue gak enjoy di sini, tapi ya mau gimana lagi. Gue gak bisa pergi dari sini."
Banyak pertimbangan yang harus dilalui untuk sekedar melepas. Gapapa, wajar, ini bukanlah proses sehari kelar terus masalahnya selesai. Memang lebih berat untuk keluar dari hutan dibandingkan masuk. Dan lebih berat lagi, kembali ke awal.
Melepaskan berarti kita harus kembali lagi ke awal, dan terkadang kita belum siap untuk memulai kembali. Waktu yang telah kita lalui selama ini, segala kenangan pait manis hidup disini, belum lagi tenaga dan uang yang udah kita keluarin untuk segala hal. Susah rasanya mau ngebuang semua begitu aja.
Namun, Kembali dari awal bukan berarti sepenuhnya memulai dengan kanvas kosong. Kanvas kita dihidup ini cuma satu. Pengalaman-pengalaman yang kita lalui sebelumnya, bisa jadi bekal di pijakan kita selanjutnya. Melangkah mundur bukan juga berarti kita tertinggal. Kadang dengan melangkah mundur, kita bisa melihat kanvas yang penuh coretan dengan lebih baik dan mungkin bisa lebih mengapresiasi, sebelum mulai menggores lagi di kanvas yang sama. Seperti karya Jason Pollock, kanvas terlihat indah kalau banyak goresan penuh makna didalamnya.
Selamat merenung malam ini, kawan.
Butuh waktu lama untuk menyadari bahwa selama ini dirinya membohongi diri sendiri. Berpura-pura tidak merasakan panggilan jiwanya sendiri. Ia berpaling dari tempat ia seharusnya berada. Bersembunyi dibawah ekspektasi orang-orang disekitarnya karena takut mengecewakan.
Selangkah demi langkah ia berjalan menuju jalan untuk memuaskan ekspektasi mereka. Namun, ia sendiri tak menyadari bahwa ia pun juga sedang berlari menuju arah yang berlawanan, berlari menuju mimpinya selama ini. Mimpi yang telah ia kubur dalam-dalam.
Ketika dirinya mulai lelah, ia pun mulai bertanya "mengapa diriku bersembunyi?". Dengan lunglai dirinya berjalan menuju kaca di dinding kamar dan mulai melihat apa yang selama ini ia sembunyikan.
Ia menyembunyikan jati dirinya.
Dirinya tertawa geli hingga tawanya berubah menjadi tangis. Tak mampu berdiri, ia tersungkur di bawah genangan air mata yang telah memenuhi kamar kecilnya di pengasingan.
Tak ada orang lain yang berada di kamar itu, hanya dirinya dan mimpi yang telah ditemukan sekali lagi. Namun kali ini, ia tak akan berpaling.
Dengan rasa yang berkecamuk dalam dirinya, ia menarik orang yang bertanggung jawab atas segala ekspektasi yang ada di pundaknya dan membuka semua yang ia rasakan serta menjelaskan mimpinya selama ini.
Akhirnya hari ini, ia berjuang untuk mimpinya sendiri.
Aku tersenyum melihatnya, akhirnya, "selamat tinggal, selamat datang, teruslah berjuang untuk mimpimu."
Tidak tergesa-gesa dalam menentukan resolusi tahun ini adalah salah satu wishlist saya. Di tahun ini, saya ingin lebih merenungkan apa yang benar-benar harus dicapai dan diperbaiki dalam kehidupan saya. Menjadi lebih baik di tahun ini bukan hanya persoalan menentukan ingin menjadi apa tetapi juga tentang mengenali diri.
Tahun ini, saya berdiskusi dengan diri sendiri, apa yang sebenarnya kami inginkan. Selama 24 hari merenung dan mencari-cari, akhirnya hari ini, di pukul 4 dini hari, kami menemukan apa yang kami inginkan di tahun ini.
Kami ingin menjadi dewasa.
Ini merupakan resolusi terberat, karena menjadi dewasa tidak semudah yang dikatakan. Menjadi orang dewasa menurut kami adalah tahu kapan harus bersenang-senang dan bekerja, mengendalikan emosi, bertanggung jawab terhadap semua yang terjadi pada diri, tidak mengeluh, menjaga kebersihan diri dan lingkungan di sekitarmu, mengatur keuanganmu, mengambil keputusan, tahu kapan harus menjauh dari orang yang berpengaruh buruk dalam kehidupanmu, tidak menghindari masalah, menjadi lebih teratur, serta dapat membagi waktu untuk sang pencipta dan manusia, dsb.
Semua persoalan menjadi dewasa adalah semua kelemahan kami. Diumur kami yang sudah ingin berkepala dua, sejujurnya kami masih ingin berleha-leha sejenak dan bersantai ria. Namun saat kami melihat ke kanan-kiri, semua orang sudah bergerak berubah sedangkan kami masih duduk di kursi santai. Kami sadar, kami pun juga harus bergerak.
Awalnya kami takut tidak bisa seperti ini lagi, bersantai ria dan berleha-leha, namun kami sadar bahwa menjadi orang dewasa bukan berati kehilangan waktu bermain atau bersantai, setelah waktu kerja usai sebenarnya kami akan tetap punya waktu untuk bersantai, hanya saja yang berubah adalah prioritasnya. Kalau dulu kami memprioritaskan kenyamanan serta waktu bersantai sebelum mengerjakan kewajiban, kalau nanti kami akan lebih banyak mengerjakan yang harus dikerjakan sebelum waktu untuk bersantai.
Kami yakin menjadi dewasa akan lebih menyenangkan dan menenangkan.
Doakan kami agar mampu menjadi dewasa tahun ini.
Jika berubah semudah berkata, "aku akan berubah" mungkin banyak orang yang sudah melesat jauh dari tempat asal dia berdiri. Jika tekad untuk berubah dapat mudah digenggam, mungkin banyak orang yang sudah berubah lebih baik.
Kenapa ya banyak rintangan untuk berubah? Apakah tuhan ingin menguji kemampuan umatnya untuk menjadi lebih baik ataukah hanya ingin menertawai umatnya melawan takdir? Kalau tuhan hanya ingin menertawai saja, lebih baik diam saja disini. Di zona nyaman. Namun jika ini adalah ujian tuhan, aku akan melangkah.
Mengapa sulit rasanya meninggalkan hal yang tidak kau suka, meninggalkan tempat yang tidak terasa nyaman, dan menghampiri tempat yang ingin kau hampiri. Apa yang menjadi mimpimu pun kau sudah tak tau, rasanya apa yang kau jalani hanyalah sekedar kewajiban sebagai seorang anak dari sebuah keluarga ataupun ekspektasi dari lingkungan sekitar. Rasanya seperti berada di atas jurang, kau ingin jatuh tetapi masih dipegang oleh mereka. Mereka menahanmu untuk jatuh. "Kamu jangan jatuh, nanti tidak akan sukses. Kami punya ekspektasi kau akan sukses disini, bertahanlah."
Tapi sejujurnya memang mengapa kalau jatuh? Tidak ada yang tau apa yang ada di bawah jurang tersebut, mungkin sesuatu yang indah atau mungkin bukan. Tapi jika bukan sesuatu yang indah, mungkin saja jika jatuh, kau akan menemukan sesuatu disana, jalan menuju gundukan emas misalnya.
Aku ingin terjun bebas, namun tak tau bagaimana cara melepas tangan yang memegangku. Aku ingin terjun ke bawah, merasakan terpaan angin kebebasan, mungkin saja aku akan mengepakan sayap, tidak ada yang tau bagaimana nanti hasilnya, namun, satu hal yang pasti tolong izinkan aku mencari diriku sendiri. Tolong lepaskan. Biarkan aku bebas dari segala jeratan ekspektasimu.
Bogor, 2 Januari 2018
Menjadi versi yang lebih baik dari diri sebelumnya bukanlah perkara yang mudah. Butuh tekad dan konsistensi untuk mewujudkannya, dan aku sendiri tidak tau apakah akan mampu. Bayang-bayang masa lalu diriku di tahun sebelumnya masih menghantui. Aku takut tahun ini akan sama seperti yang kemarin-kemarin. Mimpi-mimpi yang tak terwujud, resolusi yang hanya mendiami sticky notes di dinding kamarku, pelan-pelan kehilangan orang yang ku kenal, dan mungkin saja pelan-pelan aku akan kehilangan diriku sendiri.
Kembang api yang terdengar membuatku melamun sejenak, berpikir apa saja yang aku lakukan tahun lalu? Mengapa aku masih disini? Padahal dulu sudah pernah berjanji tidak akan disini lagi. Padahal dulu sudah berjanji akan bahagia, padahal dulu sudah berjanji akan lebih berarti, padahal dulu sudah berjanji akan melunasi janji-janji yang tak terwujud.
Ketika kembang api sudah mulai padam dan orang-orang pergi untuk tidur, tinggalah aku sendiri, tersadar hingga pagi, mempertanyakan, apakah tahun ini aku akan benar-benar mewujudkannya ataukah akan kembali berdiri disini tahun depan?.